Hadits yang menerangkan Khutbah Rasulullah yang berapi-api

 كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ إذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ، وَعَلَا صَوْتُهُ، وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ، حتَّى كَأنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يقولُ: صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ، ويقولُ: بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ، وَيَقْرُنُ بيْنَ إصْبَعَيْهِ: السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى، ويقولُ: أَمَّا بَعْدُ؛ فإنَّ خَيْرَ الحَديثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرُ الهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ، وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، ثُمَّ يقولُ: أَنَا أَوْلَى بكُلِّ مُؤْمِنٍ مِن نَفْسِهِ؛ مَن تَرَكَ مَالًا فَلأَهْلِهِ، وَمَن تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضَيَاعًا، فَإِلَيَّ وَعَلَيَّ. [وفي رواية]: كَانَتْ خُطْبَةُ النَّبيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ يَومَ الجُمُعَةِ يَحْمَدُ اللَّهَ، وَيُثْنِي عليه، ثُمَّ يقولُ علَى إثْرِ ذلكَ، وَقَدْ عَلَا صَوْتُهُ، ثُمَّ سَاقَ الحَدِيثَ، بمِثْلِهِ.

الراوي : جابر بن عبدالله | المحدث : مسلم | المصدر : صحيح مسلم

الصفحة أو الرقم: 867 | خلاصة حكم المحدث : [صحيح]


Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikan khutbah, maka kedua matanya memerah, suaranya lantang, dan semangatnya berkobar-kobar bagaikan panglima perang yang sedang memberikan komando kepada bala tentaranya. Beliau bersabda: "Hendaklah kalian selalu waspada di waktu pagi dan petang. Aku diutus, sementara antara aku dan hari kiamat adalah seperti dua jari ini (yakni jari telunjuk dan jari tengah)." Kemudian beliau melanjutkan bersabda: "Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid'ah adalah sesat." Kemudian beliau bersabda: "Aku lebih utama bagi setiap muslim daripada dirinya sendiri. Karena itu, siapa yang meninggalkan harta, maka harta itu adalah miliki keluarganya. Sedangkan siapa yang mati dengan meninggalkan hutang atau keluarga yang terlantar, maka hal itu adalah tanggungjawabku."

Pentingnya Maulid Dan Shalawat Atas Nabi

Pentingnya Maulid Dan Shalawat Atas Nabi

Pentingnya Maulid Nabi SAW, sebagai sarana mengingat Baginda Nabi SAW, yang senantiasa di ingat oleh pencipta-Nya. Dengan firman-Nya yang diperintahkan oleh Allah SWT dalam Surat al-Ahzab ayat 56:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu sekalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab: 56)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan makna ayat tersebut bahwa Allah swt menunjukkan kepada manusia derajat tingginya Rasulullah saw sehingga Allah swt membacakan shalawat kepadanya. Dan memerintahkan semua manusia dan juga para malaikat untuk bershalawat juga.
Rasulallah saw.bersabda:
قَالَ رَسُوْلُ الله: لَمَّا اقْتَرَفَ آدَمُ الخَطِيْئَةَ قَالَ: يَا رَبِّ أسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ لِمَا غَفَرْتَ لِي فَقالَ اللهُ يَا آدَمُ, وَكَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ أخْلَقُهُ ؟ قَالَ: يَا رَبِّ لأنَّـكَ لَمَّا خَلَقْتَنِي بِيدِكَ وَنَفَخْتَ فِيَّ مِنْ رُوْحِكَ رَفَعْتُ رَأسِي فَرَأيـْتُ عَلَى القَوَائِمِ العَرْشِ مَكْتُـوْبًا:لإاِلَهِ إلاالله مُحَمَّدُ رَسُـولُ اللهِ, فَعَلِمْتُ أنَّكَ لَمْ تُضِفْ إلَى إسْمِكَ إلا أحَبَّ الخَلْقِ إلَيْكَ, فَقَالَ اللهُ صَدَقْتَ يَا آدَمُ إنَّهُ لاَحَبَّ الخَلْقِ إلَيَّ اُدْعُنِي بِحَقِّهِ فَقـَدْ غَفَرْتُ لَكَ, وَلَوْ لاَمُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ
“Setelah Adam berbuat kesalahan ia berkata kepada Tuhannya: ‘Ya Tuhanku, demi kebenaran Muhammad aku mohon ampunan-Mu’. Allah bertanya (sebenarnya Allah itu maha mengetahui semua lubuk hati manusia, Allah bertanya ini agar Malaikat dan makhluk lainnya yang belum tahu bisa mendengar jawaban Nabi Adam as.):
‘Bagaimana engkau mengenal Muhammad, padahal ia belum kuciptakan?!’ Adam menjawab: ‘Ya Tuhanku, setelah Engkau menciptakan aku dan meniupkan ruh kedalam jasadku, aku angkat kepalaku. Kulihat pada tiang-tiang ‘Arsy termaktub tulisan Laa ilaaha illaLLah Muhammad RasuluLLah. Sejak saat itu aku mengetahui bahwa di samping nama-Mu, selalu terdapat nama makhluk yang paling Engkau cintai’.
Allah menegaskan: ‘Hai Adam, engkau benar, ia memang makhluk yang paling Kucintai. Berdo’alah kepada-Ku bi haqqihi (dengan berkah kebenarannya), engkau pasti Aku ampuni. Kalau bukan karena Muhammad engkau tidak Aku ciptakan’. (HR. al-Hakim, at-Thabrani dan al-Baihaqi).
Di samping itu disampaikan pula hadits yang diriwayatkan oleh Umar dan Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa hakikat Muhammad (Nur Muhammad) adalah sebagai penyebab penciptaan alam, Rasulullah saw bersabda:
يَا عُمَر اَتَدْرِى مَنْ اَنَا، اَنَا الَّذِى خَلَقَ الله عَزَّوَجَلَّ نُوْرِى اَوَّل كُلِ شَيْءٍ فَسَجَدَ لله وَ بَقِى فِي سُجُوْدِهِ سَبْعَمِاَئَة عَام وَلاَ فَخْرَ. يَا عُمَر اَتَدْرِى مَنْ اَنَا، اَنَا الَّذِى خَلَقَ الله القَلَمَ وَ اللَوْحَ وَ العَرْشَ وَالكُرْسِى وَالعَقْلَ الأَوَّلَ وَ نُوْرَ الإِيْمَانِ مِنْ نُوْرِى
"Wahai Umar, apakah engkau ingin tahu siapa saya? Saya adalah yang Allah pertama kali ciptakan cahayaku sebelum segala sesuatu, maka sujudlah cahayaku itu kepada Allah hingga tujuh ratus tahun dan tidak sombong. Wahai Umar, apakah engkau ingin tahu siapa saya? Saya adalah yang dari cahayaku Allah telah ciptakan qolam, lauh, arsy, kursi, akal pertama dan cahaya iman".
Allah berfirman,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ
Katakanlah wahai Muhammad, ‘aku adalah manusia seperti kalian, tetapi aku mendapatkan wahyu dari Allah’. (QS. Al-Kahfi: 110).
Beliau manusia, tetapi bukan manusia biasa, karena menerima ayat Allah SWT dan Allah SWT pun bershalawat kepada Baginda Nabi SAW. Maka sepantasnyalah kita melaksanakan Maulid Nabi SAW, sebagai sarana mengingat kembali Baginda Nabi SAW dan sarana membaca Shalawat kepada Baginda Nabi SAW.
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرٍو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا رواه مسلم
“Sesungguhnya Amr bin al Ash RA mendengar Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa yang membaca shalawat sekali saja, Allah SWT akan memberi rahmat padanya sebanyak sepuluh kali” Allah SWT memerintahkan malaikat untuk selalu memohonkan doa kebaikan dan memintakan ampun bagi orang tersebut. Hal itu, terlebih jika ia membaca dengan hati hadir (hati yang fokus dan khusu’), tentunya mempunyai nilai tersendiri di mata-Nya. Semua hari baik, namun, ketika hari Jumat sebagai Sayyid al Ayyam (rajanya hari), umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak membaca shalawat, seperti sabda Nabi Muhammad SAW:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِنَّ مِنْ اَفْضَلِ اَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَاَكْثِرُوْا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيْهِ فَاِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوْضَةٌ عَلَيَّ رواه ابو داود
Sabda Rasulullah SAW “Hari yang paling mulia adalah hari Jum’at, maka perbanyaklah shalawat di hari itu, karena shalawat kalian dihaturkan kepangkuanku”. Macam-macam Shalawat dan Faidahnya Banyak macam shalawat yang berkembang dan dikenal di masyarakat. Shalawat tersebut memiliki ciri khas dan faidah tersendiri. Namun, perlu diketahui, shalawat terbagi menjadi dua jenis, yaitu Shalawat Ma’tsurah dan Ghairu Ma’tsurah. Shalawat Ma’tsurah adalah shalawat yang secara redaksi terdapat tuntunan langsung dari Rasulullah SAW dalam hadis, sedangkan shalawat Ghairu Ma’tsurah adalah yang disusun dan dikarang oleh para ulama melalui berbagai kejadian dan latar belakang. Para ulama menyusun shalawat tersebut dengan riyadhah dan tirakat, meminta petunjuk kepada Allah. Di bawah ini kami ulaskan beberapa macam shalawat yang semuanya Ghairu Ma’tsurah, kecuali Shalawat Ibahimiyah yang diajarkan langsung oleh Rasulullah, beserta cara mengamalkannya dan apa faidahnya:
(صَلَوةُ الْفَاتِحِ)
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَ مَوْلَانَا مُحَمَّدٍ الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ، وَ الْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ، نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ وَ الْهَادِيْ إِلِى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَ مِقْدَارِهِ الْعَظِيْمِ
Untuk shalawat ini, sebaiknya diamalkan setelah malakukan puasa Daud 41 hari dengan nyirih atau تَركُ الرُّوْحِ (menghindari semua yang bernyawa, semisal ikan, telur, daging). Doa dan shalawat tersebut dibaca ba’da shalat fardu dan shalat hajat 1x. Faidah shalawat ini sesuai dengan maknanya, yaitu membukakan segala sesuatu yang tertutup atas izin Allah. Sesuatu yang sebelumnya tertutup, dan belum mendapatkan solusinya, shalawat ini berisi permohonan kepada Allah agar membukannya.
(صَلَوةُ طِبِّ الْقُلُوْبِ)
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَ دَوَائِهَا وَعَافِيَةِ الْأَبْدَانِ وَ شِفَائِهَا وَ نُوْرِ الْأَبْصَارِ وَ ضِيَائِهَا وَقُوْتِ الْأَرْوَاحِ وَ غِذَائِهَا وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلِّمْ
Shalawat ini dibaca 3, 7, atau 11 kali setelah shalat maktubah. Shalwat ini bisa digunakan untuk mengobati orang sakit dengan membacanya 3 kali, kemudian ditiupkan ke air, lalu diminumkan kepada orang yang sakit itu.
(صَلَوةُ نُوْرِ الْأَنْوَارِ)
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى نُوْرِ الْأَنْوَارِ وَ سِرِّ الْأَسْرَارِ وَ تِرْيَاقِ الْأَغْيَارِ وَ مِفْتَاحِ بَابِ الْيَسَارِ سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ الْمُخْتَارِ وَ آلِهِ الْأَطْهَارِ وَ أَصْحَابِهِ الْأَخْيَارِ عَدَدَ نِعَمِ اللَّهِ وَ إِفْضَالِهِ
Shalawat ini dibaca 3 kali setelah shalat fardlu. Faidahnya ada di bagian مِفْتَاحِ بَابِ الْيَسَارِ (kunci pembuka kemudahan), sehingga dengan membaca shalawat ini, memohon kepada Allah agar dibukan pintu kemudahan dari berbagai kesulitan.
(صَلَوةُ النُّوْرِ الذَّاتِيِّ)
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النُّوْرِ الذَّاتِيِّ وَ السِّرِّ السَّارِيِّ فِي سَائِرِ الْأَسْمَاءِ وَ الصِّفَاتِ
Shalawat ini, dibaca 7 kali ba’da shalat fardlu. Sebelumnya, melakukan puasa tiga hari dengan nyirih atau تَرْكُ الرُّوْحِ(tidak makan yang bernyawa, hanya boleh makanan nabati). Untuk mengobati anak kecil yang menangis tidak wajar, bisa dengan menuliskan shalawat ini secara sempurna. Pada huruf Mim kedua (mim yang tengah) pada lafadz مُحَمَّدٍ dibesarkan, dan di dalam huruf mim tadi ditulis nama anak yang menangis itu, kemudian dilipat dan dikalungkan pada anak tersebut. Insyaallah mujarab.
(صَلَوةُ كَمَالِيَّة)
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ كَمَا لَا نِهَايَةَ لِكَمَالِكَ وَ عَدَدَ كَمَالِهِ
Shalawat ini, dibaca ba’da maktubah, sebanyak-banyaknya. Boleh juga dibaca setiap waktu tanpa ketentuan. Menurut penuturan Habib Muhammad as Segaf bahwa membaca shalawat ini satu kali sama dengan membaca shalawat biasa 1000 kali.
(صَلَوةُ الْمُنْجِيَاتِ)
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْأَهْوَالِ وَ الآفَاتِ، وَ تَقْضِيْ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ، وَ تُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَآتِ، وَ تَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ، وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِي الْحَيَاتِ وَ بَعْدَ الْمَمَاتِ
Shalawat ini dibaca 7 kali ba’da Maktubah. Shalawat ini untuk meminta kepada Allah, agar dengan rahmat-Nya dapat menyelamatkan dari semua keadaan yang mendebarkan dan semua cobaan. Selain itu juga dapat meminta dikabulkan segala hajat, membersihkan diri dari semua keburukan/kesalahan, mengangkat derajat dan meminta disampaikan kepada maksud yang baik, baik ketika hidup maupun ketika sudah meninggal.
(صَلَوةُ النَّارِيَّةِ)
اَللَّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَ سَلِّمْ سَلَامًا تَآمًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ, وَ تَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ، وَ تُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ, وَ تُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ، وَ حُسْنُ الْخَوَاتِمِ، وَ يُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ، وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ فِي كُلِّ لَمْحَةٍ وَ نَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلْوْمٍ لَكَ
Untuk mengamalkan puasa ini, dengan melakukan puasa 7 hari mutih (hanya makan nasi putih dan air ketika berbuka dan sahur). Selama dalam puasa, shalawat tersebut, setelah shalat fardlu, dibaca 33 kali. Kemudian, ba’da qiyamullail (shalat malam) dibaca 133 kali. Setelah selesai puasa, dibaca 1 kali setiap ba’da shalat. Bisa juga dibaca 7, 11, atau 21 kali ba’da maktubah. Shalawat ini untuk memohon kepada Allah agar dikabulkan hajatnya. Untuk hajat yang besar bisa dibaca 4444 kali sendirian atau berjamaah dan waktunya bebas, kapanpun dapat dilakukan.
(صَلَوةُ الْهَيْبَةِ)
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُلْقِي بِهَا الرُّعْبَ وَ الْهَيْبَةَ وَ الْفَشَلَ وَ الْمَوْتَ فِي قُلُوْبِ الْكَافِرِيْنَ وَ الظَّلِمِيْنَ وَ الْحَاسِدِيْنَ وَ الطَّاغِيْنَ وَ الْمُنَافِقِيْنَ وَ الْمُتَجَبِّرِيْنَ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ بَارِكْ وَ سَلِّمْ
Shalawat ini, dibaca 5 kali ba’da maktubah, kecuali setelah Maghrib dibaca 25 kali. Shalawat ini dipergunakan untuk menggetarkan dan membuat ketakutan di hati orang-orang kafir, orang dzalim, hasud, para penindas, orang munafik, dan orang yang angkuh.
(صَلَوةُ جَلْبِ الرِّزْقِ)
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ بِعَدَدِ أَنْوَاعِ الرِّزْقِ وَ الْفُتُوْحَاتِ، يَا بَاسِطُ الَّذِيْ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ، اُبْسُطْ عَلَيْنَا رِزْقًا وَاسِعًا مِنْ كُلِّ جِهَةٍ مِنْ خَزَآئِنِ غَيْبِكَ بِغَيْرِمِنَةِ مَخْلُوْقٍ مَحْضِ فَضْلِكَ وَ كَرَمِكَ يَارَحْمَنُ
Shalawat ini dibaca 3 atau 7 kali ba’da maktubah dengan faidah menarik rezeki dari segala arah.
(صَلَوةُ تَوَسُّعِ الْأَرْزَاقِ)
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُوَسِّعُ بِهَا عَلَيْنَا الْأَرْزَاقَ وَتُحَسِّنُ بِهَا لَنَا الْأَخْلَاقَ وَ عَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَ سَلِّمْ
Shalawat ini dibaca 3 atau 7 kali ba’da maktubah. Shalawat ini secara khusus untuk memohon kepada Allah agar diluaskan rezekinya dan dikaruniai akhlak yang baik.
(صَلَوةُ الْفَرَجِ)
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ صَلَاةَ عَبْدٍ قَلَّتْ حِيْلَتُهُ, وَ رَسُوْلُ اللهِ وَسِيْلَتُهُ, وَ أَنْتَ يَا إِلَهِيْ وَ لِكُلِّ كَرْبٍ عَظِيْمٍ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ بِسِرِّ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Shalawat ini dibaca kapanpun dan tidak terbatasi oleh jumlah. Kegunaannya untuk meminta kepada Allah agar diberi kekuatan dan daya untuk menghadapi kesulitan yang melanda dengan mengandalkan kesaktian, kekuatan rahasia, dan kemujaraban basmalah. Shalawat ini sebaiknya digabung dengan Hizb Nawaw atau bisa juga digabung dengan doa surat al Fatihah sebanyak tiga kali. Berikut bacaan doa al Fatihah:
اَلْحَمْدُ اللهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَارَبَّنَالَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ بِحَقِّ الْفاَتِحَةِ الْمُعَظَّمَةِ وَالسَّبْعِ الْمَثَانِيْ وَالْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ ، أَنْ تَفْتَحَ لَنَا بِكُلِّ خَيْرٍ، وَأَنْ تَتَفَضَّلَ عَلَيْنَا بِكُلِّ خَيْرٍ، وَأَنْ تَجْعَلَنَا مِنْ أَهْلِ الْخَيْرِ، وَأَنْ تُعَامِلَنَا يَا مَوْلاَنَا مُعَامَلَتَكَ لِأَهْلِ الْخَيْرِ، وَأَنْ تَحْفَظَنَا فِي أَدْيَانِنَا وَأَنْفُسِنَا وَأَوْلاَدِنَا وَأَهْلِيْنَا وَأَصْحَابِنَا وَأَحْبَابِنَا مِنْ كُلِّ مِحْنَةٍ وَفِتْنَةٍ وَبُؤْسٍ وَضَيْرٍ، إِنَّكَ وَلِيُّ كُلِّ خَيْرٍ وَمُتَفَضَّلٌ بِكُلِّ خَيْرٍ وَمُعْطٍ لِكُلِّ خَيْرٍ * يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
(صَلَوةُ الْحَجِّيَّاتِ)
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَامًا تُبَلِّغُنَا بِهِمَا حَجَّ بَيْتِكَ الْحَرَامِ، وَتَرْزُقُنَا بِهِمَا زِيَارَةَ قَبْرِ نَبِيِّكَ عَلَيْهِ أفْضَلُ الصَّلَاةِ وَأَزْكَى السَّلَامِ فِى لُطْفٍ وَعَافِيَةٍ وَبَرَكَةٍ وَبُلُوْغِ الْمَرَامِ عَدَدَ خَلْقِكَ وَرِضَا نَفْسِكَ وَزِنَةَ عَرْشِكَ وَمِدَادَ كَلِمَتِكَ
Shalawat ini dibaca di waktu kapanpun dan dalam jumlah berapapun asal rutin dan istikamah. Tujuannya meminta kepada Allah agar segera diberangkatkan menuju tanah suci untuk beribadah haji.
(صَلَوةُ الْبَدَوِي الكُبْرَى)
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِناَ وَمَوْلَاناَ مُحَمَّدٍ شَجَرَةِ اْلأَصْلِ النُّوْرَانِيَّةِ، وَلَمْعَةِ الْقَبْضَةِ الرَّحْمَانِيَّةِ، وَأَفْضَلِ الْخَلِيْقَةِ اْلإِنْسَانِيَّةِ، وَ أَشْرَفِ الصُّوْرَةِ الْجِسْمَانِيَّةِ، وَمَعْدِنِ اْلأَسْرَارِ الرَّبَّانِيَّةِ، وَخَزَائِنِ الْعُلُوْمِ اْلإِصْطِفَآئِيَّةِ، صَاحِبِ الْقَبْضَةِ اْلأَصْلِيَّةِ، وَالْبَهْجَةِ السَّنِيَّةِ، وَالرُّتْبَةِ الْعَلِيَّةِ، مَنِ انْدَرَجَتِ النَّبِيُّوْنَ تَحْتَ لِوَآئِهِ، فَهُمْ مِنْهُ وَ إِلَيْهِ، وَصَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلَيْهِ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ عَدَدَ مَاخَلَقْتَ، وَرَزَقْتَ وَأَمَتَّ وَأَحْيَيْتَ اِلَى يَوْمِ تَبْعَثُ مَنْ أَفْنَيْتَ، وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًاكَثِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Shalawat ini mempunyai faidah untuk meminta kepada Allah agar dikaruniai kewibawaan dan dikabulkan segala hajatnya. Shalawat ini dibaca 100 kali di waktu yang tidak ditentukan, namun alangkah baiknya dibaca ketika malam hari.
(صَلَوةُ المُخَاطَبِ)
اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ قَدْ ضَاقَتْ حِيْلَتىِ أَدْرِكْنِى يَارَسُوْلَ اللهِ
Shalawat ini bisa dibaca kapan saja dan berapa saja, sebaiknya dibaca dengan istikamah. Faidah membaca shalawat ini adalah untuk meminta pertolongan kepada Allah dengan wasilah Rasulullah SAW untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berat, susah, dan sangat memperihatinkan yang tidak bisa dijangkau oleh pikiran dan tenaga manusia dalam artian sedang kepepet oleh sebuah masalah. Menurut cerita, pengarang shalawat mukhatab, Syaikh Hamid Affandi al ‘Imadi, ketika menyusun shalawat ini, dalam kondisi terjepit karena penguasa waktu itu dzalim. Banyak ulama dibunuh termasuk shahibu shalawat mukhatab yang dikejar-kejar dan akan dibunuh. Akhirnya beliau bertawassul kepada Rasulullah dengan shalawat itu ادركني يارسول الله, yaitu meminta dijemput ole Rasulullah agar selamat. Benar saja, ketika beliau terjepit, Rasul datang dan menjemput beliau, lalu akhirnya selamat.
(صَلَوةُ الإبراهيمية)
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ و بَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ
Shalawat ini bisa dibaca secara istikamah 3 atau 7 kali setelah shalat Isya. Shalawat ini adalah shalawat yang ma’tsur dari Rasulullah SAW, karena banyak Muhadis dan perawi meriwayatkan hadis yang secara redaksional terdapat shalawat ini. Beberapa ahlul hadis yang meriwayatkannya adalah Imam al Bukhary dan Muslim dalam Shahih mereka. At Tirmidzi, an Nasa’i, Abu Daud dalam sunan mereka juga meriwayatkanya. Begitu juga Imam malik dalam al Muwatha’-nya juga meriwatkannya. Imam al-Hafidz al ‘Iraqy dan as Sakhawy menyebut hadis itu adalah Muttafaq Alaih. Dalam redaksi hadis yang diriwayatkan oleh al Bukhari dalam Shahih-nya, Rasulullah bersabda:
مَنْ قَالَ هَذِهِ الصَّلاَةَ شَهِدْتُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِالشَّهَادَةِ وَشَفَعْتُ لَهُ
“Barang siapa membaca shalawat ini, maka aku bersaksi untuknya di hari kiamat dengan sebuah persaksian dan memberinya syafaat”.
(صَلَوةُ البَدْرِ)
صَـلاَةُ اللهِ سَـلاَمُ اللهِ *** عَـلَى طـهَ رَسُـوْلِ اللهِ
صَـلاَةُ اللهِ سَـلاَمُ اللهِ *** عَـلَى يـَس حَبِيْـبِ اللهِ
تَوَ سَـلْنَا بِـبِـسْـمِ اللّهِ *** وَبِالْـهَادِى رَسُـوْلِ اللهِ
وَ كُــلِّ مُجَـا هِـدِ لِلّهِ *** بِاَهْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَللهُ
اِلهِـى سَـلِّـمِ اْلاُمـَّة *** مِـنَ اْلافـَاتِ وَالنِّـقْـمَةَ
وَمِنْ هَـمٍ وَمِنْ غُـمَّـةٍ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَللهُ
اِلهِى نَجِّـنَا وَاكْـشِـفْ *** جَـمِيْعَ اَذِ يـَّةٍ وَاصْرِفْ
مَـكَائـدَ الْعِـدَا وَالْطُـفْ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَللهُ
اِلهِـى نَـفِّـسِ الْـكُـرَبَا *** مِنَ الْعَـاصِيْـنَ وَالْعَطْـبَا
وَ كُـلِّ بـَلِـيَّـةٍ وَوَبـَا *** بِاَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
فَكَــمْ مِنْ رَحْمَةٍ حَصَلَتْ *** وَكَــمْ مِنْ ذِلَّـةٍ فَصَلَتْ
وَكَـمْ مِنْ نِعْمـَةٍ وَصَلَـتْ *** بِاَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
وَ كَـمْ اَغْـنَيْتَ ذَالْعُـمْرِ *** وَكَـمْ اَوْلَيْـتَ ذَاالْفَـقْـرِ
وَكَـمْ عَافَـيـْتَ ذِاالْـوِذْرِ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
لَـقَدْ ضَاقَتْ عَلَى الْقَـلْـبِ *** جَمِـيْعُ اْلاَرْضِ مَعْ رَحْبِ
فَانْـجِ مِنَ الْبَلاَ الصَّعْـبِ *** بِاَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
ا َتَيـْنَا طَـالِـبِى الرِّفْـقِ *** وَجُـلِّ الْخَـيْرِ وَالسَّـعْدِ
فَوَ سِّـعْ مِنْحَـةَ اْلاَيـْدِىْ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
فَـلاَ تَرْدُدْ مَـعَ الْخَـيـْبَةْ *** بَلِ اجْعَلْـنَاعَلَى الطَّيْبـَةْ
اَيـَا ذَاالْعِـزِّ وَالْهَـيـْبَةْ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
وَ اِنْ تَرْدُدْ فَـمَنْ نَأْتـِىْ *** بِـنَيـْلِ جَمِيـْعِ حَاجَا تِى
اَيـَا جَـالِى الْمُـلِـمـَّاتِ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
اِلهِـى اغْفِـرِ وَاَ كْرِ مْنَـا *** بِـنَيـْلِ مـَطَا لِبٍ مِنَّا
وَ دَفْـعِ مَسَـاءَةٍ عَـنَّا *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
اِلهِـى أَنْـْتَ ذُوْ لُطْـفٍ *** وَذُوْ فَـضْلٍ وَذُوْ عَطْـفٍ
وَكَـمْ مِنْ كُـرْبـَةٍ تَنـْفِىْ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
وَصَلِّ عَـلَى النـَّبِىِّ الْبَـرِّ *** بـِلاَ عَـدٍّ وَلاَ حَـصْـرِ
وَالِ سَـادَةٍ غُــــرِّ *** بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ
Shalawat ini disusun oleh seorang kiai asli Indonesia pada tahun 1960-a, bernama KH. Ali Manshur, seorang cucu dari KH Muhammad Siddiq dari Jember dan keponakan KH. Ahamad Qushairi, pengarang kitab Tanwir al Hija. Tersusunnya shalawat ini lantaran keresahaan beliau memikirkan pergolakan politik yang ada di Indonesia dengan semakin menguatnya PKI di daerah pedesaan. Warga NU (Nahdliyin) mulai terdesak oleh segala intervensi yang dilakukan PKI. Dominasi kekuasaan PKI di Indonesia pun mulai terlihat. Bahkan mereka sudah mulai berani membunuh Kiai-Kiai yang ada di desa yang senantiasa menjaga, mengayomi dan membimbing masyarakat di pedesaan. Shalawat Badriyah sejak lama kerap dilantunkan oleh kaum muslimin jika hendak memulai pengajian atau acara keagamaan lainnya. Dinamakan Shalawat Badriyah karena mengacu kepada bait pengharapan berkah dari para sahabat Nabi yang berperang di perang Badar. Shalawat Badriyah memiliki 28 bait dan mengandung beragam fadilah (manfaat) yang besar bagi siapa saja yang mengamalkannya. Di antaranya Shalawat ini untuk memohon keselamatan dan menghilangkan segala kesusahan, kesempitan dan segala yang menyakitkan. Selain itu, Shalawat Badriyah juga untuk memohon selamat dari bahaya musuh, untuk menangkis orang-orang yang berbuat kemaksiatan dan kerusakan, juga agar dihindarkan dari segala marabahaya dan bencana. Shalawat ini juga untuk memohon keuntungan, meluaskan rizki serta mendapatkan keberkahan untuk mendapatkan pahala yang besar. Demikian beberapa macam shalawat dan faidahnya masing-masing. Pada dasarnya, shalawat-shalawat di atas, faidahnya sesuai dengan kandungan maknanya masing-masing. Namun, soal waktu dan jumlah ada semacam trik-trik khusus yang diijazahkan oleh para ulama dan kiai melalui proses riyadhah atau tirakat. Semoga bermanfaat, selamat mencoba.

Ibadah Yang Paling Utama Pada Hari Raya Idul Adha

Pertama
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Dari 'Aisyah menuturkan bahwa Rasulullah SAW  bersabda, “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan oleh anak Adam pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.
(Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117)

Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:
 
1- Ibadah yang paling utama pada hari raya Idul Adha adalah menyembelih hewan untuk kurban karena Allah.
2- Sebab pada hari kiamat nanti, hewan itu akan mendatangi orang yang menyembelihnya dalam keadaan utuh seperti di dunia, setiap anggotanya tidak ada yang kurang sedikit pun dan semuanya akan menjadi nilai pahala baginya.
3- Ibadah kurban yang dilaksanakan pada hari raya Idul Adha sampai hari tasyrik, tiada lain bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
4- Disamping itu, kurban juga berarti menghilangkan sikap egoisme, nafsu serakah, dan sifat individual dalam diri seorang muslim.
5- Dengan berkurban, diharapkan seseorang akan memaknai hidupnya untuk mencapai ridha Allah semata.
 
Tema hadits yang berkaitan dengan Al-Quran:
 
- Ia “korbankan” segalanya (jiwa, harta, dan keluarga) hanya untuk-Nya. Oleh karena itu, pada hakikatnya, yang diterima Allah dari ibadah kurban itu bukanlah daging atau darah hewan yang dikurbakan, melainkan ketakwaan dan ketulusan dari orang yang berkurban, itulah yang sampai kepada-Nya
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

Daging dan darah binatang korban atau hadiah itu tidak sekali-kali akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepadaNya ialah amal yang ikhlas yang berdasarkan taqwa dari kamu. Demikianlah Ia memudahkan binatang-binatang itu bagi kamu supaya kamu membesarkan Allah kerana mendapat nikmat petunjukNya. Dan sampaikanlah berita gembira (dengan balasan yang sebaik-baiknya) kepada orang-orang yang berusaha supaya baik amalnya.
(QS.Al-Hajj 37)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa memiliki keluasaan (untuk berkorban) namun tidak berkorban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami." (HR Ibnu Majah: 3114)


َعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( اَلْعُمْرَةُ إِلَى اَلْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا, وَالْحَجُّ اَلْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا اَلْجَنَّةَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Umrah ke umrah menghapus dosa antara keduanya, dan tidak ada pahala bagi haji mabruru kecuali surga." Muttafaq Alaihi.





Khutbah Idul Adlha: Keutamaan Menyembelih Qurban Dan Ibadah Haji

Khutbah Idul Adlha: Keutamaan Menyembelih Qurban Dan Ibadah Haji


Khutbah I

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji serta syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala karunia nikmat yang dilimpahkan kepada kita semuanya, nikmat yang begitu luas, nikmat yang begitu banyak. diantaranya adalah Nikmat umur, nikmat sehat, nikmat rejeki, dan yang terutama adalah nikmat Iman dan Islam, yang mana dengan karunia nikmat itu sehingga kita masih diberikan kesempatan untuk mengikuti ibadah yang agung pada hari ini, yaitu hari raya Idul Adha  tahun1444 H, 

Shalawat serta salam, semoga senantiasa tercurah kepada baginda alam, Habibana wanabiyyana Muhammad SAW. Juga kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, serta kepada seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Para hadirin kaum muslimin walmuslimat rahimakumullah
Idul Adha adalah salah satu hari raya dalam agama Islam yang memiliki keistimewaan di dalamnya, dibanding dengan bulan-bulan lainnya. Karena itu, mari kita bersama merenungi makna dan hakikat yang terdalam dari Idul Adha.

Secara harfiyah, ‘Idul Adha terdiri dari dua isim atau dua kata yaitu kata Ied dan kata Adha. Ied memiliki makna Hari Raya, dan Adha memiliki makna hewan sembelihan, maka dari itu di hari raya Iedul Adha kita diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih hewan sebagai bukti bahwa kita tunduk dan patuh atas perintah Allah SWT. 

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ ‎﴿١﴾‏
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. (1)
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ‎﴿٢﴾
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. (2)
(QS. Al-Kautsar: 1-2)
Demikianlah dalam ayat ini dimaksudkan bahwa menyembelih hewan pada hari raya Iedul Adha disebut dengan Kurban.
Kurban diambil dari kata Qaraba yang artinya pendekatan, maka menyembelih hewan kurban pada hari raya Iedul Adha, adalah sebagai bukti bahwa kita adalah hamba yang beriman kepada perintah Allah, tunduk dan patuh atas perintah Allah, dan sebagai bukti bahwa kita adalah hamba yang senantiasa bersyukur atas segala karunia nikmat yang Allah limpahkan kepada kita. 
Dan menyembelih hewan kurban ini adalah salah satu pengorbanan kita kepada Allah, dan sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Syari'at Kurban tidak hanya di perintahkan kepada umat Nabi Muhammad saja, akan tetapi diperintahkan juga kepada umat-umat terdahulu termasuk umat Nabi Adam AS.
Sebagaimana Allah SWT berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ (34) 
Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban),supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), 
(QS Al-Hajj ayat 34-35)
الله اكبـر... الله اكبر... الله اكبر... ولله الحمد

Para hadirin kaum muslimin walmuslimat rahimakumullah
Penyembelihan hewan kurban juga tidak bisa terlepas dari kisah keta'atan Nabi Ibrahim AS. ketika beliau diuji oleh Allah dengan suatu ujian yang sangat berat, tatkala beliau diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya yang begitu dicintainya yaitu Nabi Ismail AS, maka dengan ikhlas hati dan berserah diri dan tanpa menawar, beliau laksanakan perintah Allah sebagai bentuk keta'atan kepada Allah. 

Sebagaimana kisah ini diabadikan oleh Allah dalam Firman-Nya:
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ ‎﴿١٠١﴾‏
Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (101)
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ‎﴿١٠٢﴾‏
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (102)
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ ‎﴿١٠٣﴾
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). (103)
‏ وَنَادَيْنَاهُ أَن يَا إِبْرَاهِيمُ ‎﴿١٠٤﴾‏
Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, (104)
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ‎﴿١٠٥﴾
sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (105)
‏ إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ ‎﴿١٠٦﴾
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (106)
 وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ ‎﴿١٠٧﴾‏
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (107)
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ ‎﴿١٠٨﴾‏
Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (108)
(QS Ash-Shaffat: 101-108)

Dalam konteks hari raya Idul Adha, kita diperintahkan oleh Allah untuk meneladani ketaqwaan Nabi Ibrahim AS, jangankan harta, bahkan putra yang sangat dicintapun rela beliau korbankan demi menjalankan perintah Allah. 

Kita tidak diperintahkan untuk menyembelih putra kita, namun kita hanya diperintahkan untuk menginfakan sebagian dari rejeki yang Allah limpahkan kepada kita, dengan cara menyembelih hewan Qurban pada hari raya Iedul Adha, sebagai bentuk keta'atan diri kepada Allah.
 
Dengan kita berkurban bukan berarti Allah butuh kepada persembahan yang kita kurbankan, Allah tidak akan menerima daging atau darah dari hewan kurban kita, namun yang diterima Allah adalah ketakwaan dan ketulusan dari orang yang berqurban. Itulah yang sampai kepada-Nya
‏ لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ ‎﴿٣٧﴾‏
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
(QS Al-Hajj ayat 37) 

Kabar gembira bagi orang-orang yang berbuat baik. Itulah janji Allah sebagaimana disebutkan pada ayat diatas.
Dalam salah satu hadist dijelaskan bahwa qurban adalah salah satu amalan yang dicintai Allah SWT
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Dari 'Aisyah menuturkan bahwa Rasulullah SAW  bersabda, “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan oleh anak Adam pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.
(Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117)

Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
"Barangsiapa memiliki keluasaan (untuk berkorban) namun tidak berkorban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.
(HR Ibnu Majah: 3114)

الله اكبـر... الله اكبر... الله اكبر... ولله الحمد
Para hadirin kaum muslimin walmuslimat rahimakumullah
Hari raya Iedul Adha dilaksanakan pada setiap tanggal 10 bulan Dzulhijjah setiap tahun.
Bulan Dzulhijjah adalah bulan ke 12 dari kalender Hijriyah, bulan ini termasuk salah satu bulan dari empat yang di hormati, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
ألاَ إنَّ الزَمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْم خَلَقَ اللهُ السَّمَوَاتَ وَالْأرْضَ السَّنَةَ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً مِنْهَا أرْبَعَةُ حَرَمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو القَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرُّ بَيْنَ جُمَادِى وَشَعْبَانَ
”Ketahuilah. Sesungguhnya zaman berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Dalam setahun terdapat dua belas bulan yang di antaranya terdapat empat bulan yang dihormati, tiga bulan diantaranya berturut-turut Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumadi dan Sya’ban.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dzulhijjah berasal dari dua suku kata yaitu kata dzu yang artinya "pemilik" dan al-hijjah yang artinya adalah "haji". jadi Secara bahasa, Zulhijah artinya "pemilik haji" maka dari itu bulan dzulhijjah juga sering disebut "bulan haji" karena pada bulan ini sebagian umat Islam dari seluruh dunia berkumpul di kota suci Mekkah untuk melaksanakan Ibadah Haji.

Ibadah Haji adalah salah satu rukun Islam yang wajib kita kerjakan untuk menyempurnakan keIslaman kita. Sebagaimana Allah SW berfirman:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ ‎﴿٩٧﴾
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Ali-Imran: 97)

Ibadah Haji adalah salah satu ibadah yang paling utama di dalam agama Islam, sebagaimana Rasulullah SAW ditanya oleh sahabat tentang ibadah yang paling utama dalam Islam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ

dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang Islam, manakah yang paling utama?
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya".
Lalu ditanya lagi: "Lalu apa?"
Beliau menjawab: "Al Jihad fi sabilillah (berperang di jalan Allah).
Lalu ditanya lagi: "Kemudian apa lagi?"
Jawab Beliau shallallahu 'alaihi wasallam: "haji mabrur".
(HR. Bukhari: 25)

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
( اَلْعُمْرَةُ إِلَى اَلْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا, وَالْحَجُّ اَلْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا اَلْجَنَّةَ )
 "Umrah ke umrah menghapus dosa antara keduanya, dan tidak ada pahala bagi haji mabrur kecuali surga.

Para hadirin kaum muslimin walmuslimat rahimakumullah
Semoga kita semua ditakdirkan oleh Allah bisa melaksanakan Ibadah Haji dalam keadaan sehat wal-afiat, sebagai penyempurna keimanan dan keIslaman kita sebelum ajal menjemput.
Dan semoga saudara-saudara kita yang saat ini sedang melaksanakan Ibadah Haji di kota suci Mekkah diberikan kemudahan dan kelancaran oleh Allah SWT, serta diberikan kesehatan dalam melaksanakan rangkaian Ibadah Haji, dan semoga semua ibadah mereka diterima oleh Allah SWT dan dijadikan Haji Mabrur, 
Aamiin. Ya Allah Ya Rabbal 'Alamiin

Tak lupa juga kita berdo'a, semoga saudara-saudara kita yang berkurban pada hari raya Idul Adha ini, Allah terima kurbannya. Dan semoga Allah meridhai mereka, dan Allah jadikan mereka sebagai orang-orang yang shaleh dan shalehah, orang-orang yang muttaqin, dibersihkan dari segala dosa dan kesalahan, dipanjangkan umur, diberikan kesehatan, diluaskan rejeki, dan kurbannya diganti oleh Allah dengan penggantian yang berlipat ganda, dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surganya Allah SWT.
Aamiin. Ya Allah Ya Rabbal 'Alamiin

Dan bagi kita yang belum mampu untuk berkurban, semoga esok atau lusa Allah berikan rejeki yang berlimpah sehingga kita mampu untuk berkurban.

Ya Allah... saksikanlah oleh-Mu, betapa ingin sekali kami berkurban karena-Mu agar kami menjadi hamba yang Engkau Cintai, Agar kami menjadi hamba yang engkau Ridhai, agar kami menjadi hamba-Mu yang shaleh, agar kami menjadi hamba-Mu yang bertaqwa. Berilah kami rejeki yang berlimpah, umur yang panjang, dan keimanan yang kuat agar kami menjadi hamba-Mu yang dermawan.
Aamiin. Ya Allah Ya Rabbal 'Alamiin, 

Ya Allah... Ampunilah dosa-dosa kami, kasihanilah kami, bimbinglah kami, sayangilah kami, dan tuntunlah kami ke jalan-Mu yang Engkau ridhai.
Aamiin Ya Rabbal Alamiin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم


Khutbah II


اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ
وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ
اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. 
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Khutbah Idul Adha: Tiga Makna di Balik Ibadah Haji

 

Khutbah Idul Adha: Tiga Makna di Balik Ibadah Haji

Khutbah I

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.  الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Jamaah shalat Idul Adha hafidhakumullah,

Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu dari empat bulan haram (dimuliakan) di dalam Islam. Tiga bulan lainnya adalah Muharram, Rajab, dan Dzulqa’dah. Keistimewaan Dzulhijjah ditandai antara lain dengan adanya ibadah-ibadah tertentu yang tidak mungkin dikerjakan umat Islam di bulan-bulan lainnya, yakni haji dan kurban. Secara bahasa dzulhijjah merupakan frasa yang terdiri dari kata dzû (memiliki) dan al-hijjah (haji). Dinamakan demikian karena hanya di bulan ke-12 dalam kalender hijriah ini, ada pelaksanaan ibadah haji.

Haji merupakan rukun Islam yang kelima. Karena masuk rukun atau pilar, ibadah ini tentu bukan ibadah yang remeh. Ia wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang mampu. Kemampuan ini meliputi kemampuan secara fisik, ekonomi, juga keamanan. Dengan bahasa lain, ketika seseorang sudah memiliki biaya yang mencukupi, kesehatan fisik yang memadai, dan kondisi aman yang memungkinkan ia sampai ke Tanah Suci, maka ia wajib melaksanakan ibadah tersebut.

Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 97 menyatakan:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”

Namun demikian, ibadah haji juga kadang terkait dengan pengalaman spiritual orang. Karena betapa banyak orang Muslim kaya raya yang tak kunjung menunaikan ibadah haji. Sebaliknya, betapa banyak orang bergaji rendah, justru diberi kemampuan untuk ibadah haji. Semangat dan pengalaman batin seseorang amat berpengaruh terhadap seberapa kuat niat berhaji itu tumbuh.

Jamaah shalat Idul Adha hafidhakumullah,

Dalam ibadah haji, banyak sekali ritual atau manasik yang tak serta merta bisa ditangkap alasannya secara nalar. Jika kita diperintahkan untuk berpuasa Ramadhan tiap tahun, orang mungkin bisa menjelaskan secara rasional dari sudut pandang medis. Demikian juga dengan perintah zakat, yang bisa ditemukan alasannya secara sosial dan ekonomi, yakni agar harta tidak hanya berputar pada segelintir orang saja. Tidak demikian dengan haji. Rukun kelima dalam Islam ini sarat ritual-ritual yang bisa dipahami dengan memosisikannya sebagai simbol-simbol yang penuh makna.

Pertama yang bisa ditangkap adalah makna tauhid. Makna ini tersirat dalam posisi Ka’bah sebagai sentra kedatangan para jamaah dari berbagai belahan dunia. Jutaan orang dari berbagai penjuru dan bangsa berkumpul dalam satu pusat, tanpa dibedakan bahwa satu daerah lebih utama dibanding daerah lainnya. Ini adalah simbol bahwa tujuan dari keseluruhan hidup ini adalah satu, yakni Allah ﷻ. Penjulukkan Ka’bah sebagai “baitullah” (rumah Allah) harus dipahami dalam makna tersebut, bukan Allah bersemayam di dalam Ka’bah.

Begitu pula dengan Hajar Aswad yang terletak di sudut timur laut Ka'bah. Kedudukannya yang mulia hingga orang-orang berebut menyentuh dan menciumnya tidak boleh sampai membuat mereka menyembahnya. Anjuran menyentuh dan mencium Hajar Aswad muncul sekadar karena mengikuti sunnah Nabi. Sebagaimana dikatakan Sayyidina Umar bin Khattab:


إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ، لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ

Artinya: “Sungguh aku tahu, engkau hanyalah batu. Tidak bisa mendatangkan bahaya atau manfaat apa pun. Andai saja aku ini tak pernah sekalipun melihat Rasulullah shallahu alaihi  wa sallam menciummu, aku pun enggan menciummu.” (HR: Bukhari)

Kedua adalah makna kemanusiaan. Pakaian ihram yang dikenakan orang-orang saat memulai haji adalah simbol kesamaan dan kesetaraan semua manusia. Dalam ihram seluruh pakaian dianjurkan berwarna putih. Bagi jamaah haji laki-laki bahkan harus mananggalkan semua pakaian berjahit dan menggantinya dengan hanya dua helai kain. Kaum laki-laki dilarang mengenakan topi atau peci, sedangkan jamaah perempuan dilarang mengenakan cadar. Ritual ini menandai kesatuan identitas manusia sebagai hamba Allah, dan melepaskan identitas-identitas selainnya, seperti suku, ras, nasab, jabatan politik, kelas ekonomi, dan ketokohan. Pemulung, selebritis, ulama, menteri, atau presiden datang ke Tanah Suci sebagai hamba Allah, bukan sebagai orang dengan kedudukan duniawinya.

Makna kedua ini sekaligus mempertegas makna pertama, yakni nilai tauhid. Konsekuensi dari menjunjung tinggi tauhid adalah mengakui bahwa tidak ada yang lebih dimuliakan selain Allah ﷻ. Manusia pada hakikatnya berada dalam kesetaraan. Standar kedudukan hanya bisa dinilai dari sudut pandang Allah, melalui tingkat ketakwaannya. Manusia paling mulia adalah mereka yang paling takwa kepada Allah ﷻ. Sebagaimana firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha-Mengetahui lagi Maha-Mengenal.” (QS al-Hujurat: 13)

Tak hanya pakaian-pakaian “kehormatan” duniawi yang dilepas, jamaah haji dari berbagai bangsa dan negara juga bersama-sama meninggalkan tempat asalnya untuk berkumpul di tempat yang sama. Pemandangan ini lebih tampak ketika mereka sedang bersama-sama wukuf di Arafah. Mereka harus berdiam di lokasi yang sama dan di bawah terik matahari yang sama. Ini menandakan bahwa sesungguhnya manusia—siapa pun itu—pada akhirnya akan kembali pada Dzat yang tunggal. Ibadah haji adalah gambaran bahwa manusia harus kembali ke fitrah aslinya sebagai hamba, baik ketika hidup maupun mati.

Ketiga adalah makna napak tilas sejarah kenabian. Haji juga menjadi momen mengenang jejak nabi-nabi terdahulu, khususnya Nabi Adam, Nabi Ibrahim, dan Nabi Muhammad. Perjalanan mereka bukanlah sejarah hidup yang kosong makna, melainkan mengandung berbagai pelajaran yang penting diingat. Ritual melontar Jumrah, misalnya, adalah jejak permusuhan Nabi Adam kepada setan. Kita diingatkan tentang pentingnya selalu waspada terhadap berbagai tipu daya musuh terlaknat ini.

Begitu juga tentang ritual Sa’i. Ia menyimpan sejarah perjuangan Siti Hajar mencari air untuk putranya, Ismail, ketika ditinggal sang suami, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Lari-lari yang berulang sampai tujuh kali merupakan simbol kegigihan ikhtiar yang tak kenal putus asa. Hingga akhirnya pertolongan Allah pun datang dengan memancar air secara tiba-tiba dari bawah kaki Nabi Ismail. Mata air itu kita kenal hingga sekarang sebagai sumur Zamzam.

Jamaah shalat Idul Adha hafidhakumullah,

Allah tak mewajibkan haji untuk setiap orang sebagaimana shalat. Kewajiban haji hanya diperuntukkan bagi mereka yang mampu. Untuk yang sudah atau sedang berhaji, penting baginya tak menyia-nyiakan kewajiban ini dengan memenuhi segala ketentuan haji, juga makna-makna dalam segenap ritual yang dijalankan. Bagi yang belum mampu ke Tanah Suci, cukup baginya berikhtiar semampunya dan menyerap makna haji untuk kemudian kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Haji adalah perjalanan suci, bukan wisata untuk meraih kebanggaan diri. Karena itu, bagi yang belum diberi kemampuan menunaikan haji tak perlu berkecil hati selama kita selalu berusaha menjadi pribadi-pribadi yang bertakwa: memegang prinsip tauhid, menghargai kemanusiaan, dan menjalankan ketentuan syariat sebagaimana diajarkan Rasulullah. Wallahu a’lam.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم


Khutbah II

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Tiga poin utama Hikmah Sejarah Nabi Ibrahim

 Tiga poin utama Hikmah Sejarah Nabi Ibrahim

H. Abdul Somad, Lc., MA.
(S1 Al-Azhar, Mesir. S2 Darul-Hadits, Maroko. Dosen UIN Suska).

Khutbah Pertama:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (3×)
  اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كثيرا وسبحان الله بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
 اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ
 اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
 اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Jamaah ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah.

كُلُّ أمْرٍ ذِي بَالٍ لاَ يُبْدأُ فِيهِ بِالحَمْدُ للهِ فَهُوَ أقْطَعُ
“Setiap amal yang baik, tidak diawali dengan ucapan hamdalah, maka terputus”. (HR. Abu Daud, hadits Hasan).

Setiap amal baik, tidak diawali dengan hamdalah, maka amal itu terputus, sia-sia, tidak dapat dibawa menjadi bekal menghadap Allah Swt. Maka kita awali segala amal dengan ucapan Alhamdulillah.
ماَ اجْتَمَعَ قَوْمٌ ثُمَّ تَفَرَّقُوْا عَنْ غَيْرِ ذِكْرِ اللهِ وَصَلاَة عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِلاَّ قَامُوْا عَنْ أَنْتَن جِيْفَة
“Sekelompok orang berkumpul, mereka bubar tanpa zikir dan sholawat, maka sama halnya mereka meninggalkan busuknya bangkai”. (Musnad ath-Thayalisi, dari Jabir).

Kita tidak ingin majlis kita menjadi majlis bangkai yang busuk, maka kita bersholawat kepada Rasulullah Saw dengan ucapan:
اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ
Pagi ini, seluruh ummat Islam, dari pusat kota suci Makkah al-Mukarramah, sampai ke berbagai penjuru negeri mengumandangkan takbir:
  اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
Sebagai ungkapan syukur kepada Allah Swt. Sesungguhnya, Allah Swt tidak pernah perlu kepada syukur kita, karena syukur kita itu hanya akan kembali kepada kita, menambah dan mengekalkan nikmat Allah Swt:
وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ
“Barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar”. (Qs. An-Naml [27]: 40). Karena dalam ayat lain Allah berfirman:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu”. (Qs. Ibrahim [14]: 7).

Jamaah ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah …
Pagi ini, lewat momen Idul Adha kita kembali diingatkan dengan beribu makna hikmah yang terkandung di balik sejarah Nabi Ibrahim as. Namun inti dari semua makna itu terangkum dalam tiga poin besar:

Pertama, Hubungan Orang Tua dan Anak.
Peristiwa kurban mengingatkan kita pada hubungan kepatuhan mutlak Ismail as kepada Ayahanda Ibrahim as. Dengan ucapannya yang tertulis dalam al-Qur’an,
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!’.
Ismail menjawab: ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (Qs. as-Shaffat [37]: 102).

Demikianlah jawaban anak shalih yang diharapkan Nabi Ibrahim as dalam doanya,
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”. (Qs. as-Shaffat [37]: 102).

Peristiwa menyentuh hati dan perasaan ini mengajak kita untuk melihat kembali bagaimana anak-anak kita? Sudahkan kita didik menjadi anak yang patuh dan taat mengikuti perintah Allah Swt?

Anak adalah amanah, dengan anak kita bisa masuk surga,
مَنْ عَالَ ثَلَاثَ بَنَاتٍ فَأَدَّبَهُنَّ وَزَوَّجَهُنَّ وَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ فَلَهُ الْجَنَّةُ
“Siapa yang merawat tiga orang anak perempuan, ia didik dengan baik, ia nikahkan dengan orang baik, maka surgalah baginya”. (HR. Abu Daud).

Dengan anak maka amal menjadi mengalir,
إِذَا مَاتَ الإنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقةٍ جَاريَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila manusia mati, maka putuslah amalnya, kecuali tiga: shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya”. (HR. Muslim).

Tapi ingat, disebabkan anak juga kita akan masuk ke dalam neraka,
ثَلاَثَةٌ قَدْ حَرَّمَ الله عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ : مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَ الْعَاقُّ وَ الدَّيُّوْثُ الَّذِيْ يُقِرُّ فِيْ أَهْلِهِ اَلْخَبَثَ
“Tiga orang, diharamkan Allah Swt surga bagi mereka: pecandu khamar/narkoba, durhaka kepada orang tua dan orang tua/wali yang membiarkan keluarganya berbuat nista”. (HR. Ahmad).
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ

Pagi ini kita diingatkan dengan tanggung jawab kita kepada anak-anak kita. Sudahkah kita didik mereka dengan baik? Bagaimana bacaan al-Qur’an mereka? Bagaimana shalat mereka? Sudahkan mereka menutup aurat?

Pagi ini juga anak diingatkan tentang bakti kepada orang tua. Bagaimanapun banyaknya amal mereka, kalau anak durhaka kepada orang tua. Maka Allah Swt haramkan surga bagi mereka. Jika mereka masih hidup, kembali dari shalat ini, kita masih bisa datang ke rumah mereka. Memeluk dan mencium mereka dengan kasih sayang. Sebagai ungkapan rasa bersalah karena tidak mampu membalas budi baik mereka. Tapi, andai ajal telah mendahului. Sesal kemudian tiada berarti. Kita hanya dapat mengucapkan,
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرا
“Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku ketika aku masih kecil”.

Hanya itulah yang dapat kita ucapkan dengan uraian air mata.
“Surga di bawah telapak kaki ibu”, bukan ungkapan hamba tanpa makna.
أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ أَرَدْتُ الْجِهَادَ مَعَكَ أَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ قَالَ وَيْحَكَ أَحَيَّةٌ أُمُّكَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ ارْجِعْ فَبَرَّهَا ثُمَّ أَتَيْتُهُ مِنْ الْجَانِبِ الْآخَرِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ أَرَدْتُ الْجِهَادَ مَعَكَ أَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ قَالَ وَيْحَكَ أَحَيَّةٌ أُمُّكَ قُلْتُ نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَارْجِعْ إِلَيْهَا فَبَرَّهَا ثُمَّ أَتَيْتُهُ مِنْ أَمَامِهِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ أَرَدْتُ الْجِهَادَ مَعَكَ أَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ قَالَ وَيْحَكَ أَحَيَّةٌ أُمُّكَ قُلْتُ نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَيْحَكَ الْزَمْ رِجْلَهَا فَثَمَّ الْجَنَّةُ

Mu’awiyah bin Abi Jahimah as-Sulami menghadap Rasulullah Saw, ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”.    Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Pulanglah! Berbaktilah kepadanya!”.
Mu’awiyah, “Saya datang lagi dari sisi yang lain. Saya katakana, ‘Wahai Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”.    Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Pulanglah! Berbaktilah kepadanya!”.
Mu’awiyah, “Saya datang lagi dari arah depan Rasulullah Saw. Saya katakan, ‘Wahai Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”.    Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Rawatlah kakinya, engkau dapati surga di sana”. (HR. Ibnu Majah).

Bakti kepada ibu membuat seorang anak terkabul doanya melebihi sahabat-sahabat Rasulullah Saw.
Suatu ketika Rasulullah Saw pernah berkata,
إِنَّ رَجُلًا يَأْتِيكُمْ مِنْ الْيَمَنِ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ لَا يَدَعُ بِالْيَمَنِ غَيْرَ أُمٍّ لَهُ قَدْ كَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَدَعَا اللَّهَ فَأَذْهَبَهُ عَنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ الدِّينَارِ أَوْ الدِّرْهَمِ فَمَنْ لَقِيَهُ مِنْكُمْ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ
“Ada seorang laki-laki. Ia akan datang kepada kamu. Ia berasal dari Yaman. Namanya Uwais. Ia tidak bisa meninggalkanYaman (saat ini) karena ia merawat ibundanya. Ia pernah terkena penyakit supak (warna putih pada kulit). Ia berdoa kepada Allah Swt, maka Allah Swt menghilangkan penyakit itu, kecuali hanya tertinggal sebesar uang logam Dinar (logam emas) atau Dirham (logam perak). Siapa diantara kamu yang berjumpa dengannya, maka mintalah doa kepadanya agar Allah Swt mengampuni kamu”. (HR. Muslim). Bayangkan, seorang hamba yang lemah, jauh dari Rasulullah Saw, tapi doanya kabul, mengalahkan doa para shahabat nabi, bahkan para shahabat nabi pun diminta agar memohonkan doanya. Doanya terkabul, karena baktinya kepada ibundanya.

Tanpa mengesampingkan makna ayah,
أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي مَالًا وَوَلَدًا وَإِنَّ أَبِي يُرِيدُ أَنْ يَجْتَاحَ مَالِي فَقَالَ أَنْتَ وَمَالُكَ لِأَبِيكَ
Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah Saw mengadukan ayahnya seraya berkata, “Wahai Rasulullah, saya mempunyai harta dan anak. Tapi ayah saya ingin mengambil harta saya”. Rasulullah Saw menjawab, “Engkau dan hartamu milik ayahmu”. (HR. Ibnu Majah).

Bagaimana mungkin orang dapat mengesampingkan kedua orang tuanya, bangga dengan harta, anak, bahkan amalnya. Padahal orang tua pada level kedua setelah Allah Swt,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Qs. al-Isra’ [17]: 23-24).

Posisi mereka setelah Allah Swt. Mengapa ada orang yang begitu sombong menuntut mereka ke pengadilan dunia hanya karena ingin merebut kebahagiaan duniawi. Sadarkah mereka bahwa murka Allah Swt terletak pada murka kedua orang tua,
رِضَا الرَّبّ فِي رِضَا الْوَالِدَيْنِ وَ سَخَطُهُ فِيْ سَخَطِهِمَا
“Ridha Allah Swt terletak pada ridha kedua orang tua dan murka Allah Swt terletak pada murka kedua orang tua”. (HR. ath-Thabrani).
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ

Hikmah Kedua, Keseimbangan Antara Usaha dan Tawakkal.
Sayang dan cinta kepada anak dan istri, tapi perintah Allah Swt mesti tetap dipatuhi. Meleleh air mata Nabi Ibrahim as meninggalkan Hajar dan Ismail kecil di sebuah lembing kering. Kisah itu diabadikan dalam al-Qur’an, Nabi Ibrahim as pun mengadu kepada Allah Swt,
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Wahai Robb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur”. (Qs. Ibrahim [14] : 37). Di tengah lembah tandus tanpa tanaman itulah Hajar dan Ismail berada, seorang wanita lemah dan bayi tidak berdaya membutuhkan air. Apakah Allah langsung menurunkan air kepada mereka ?! Tidak. Hajar bukan wanita lemah. Ia perempuan yang tegar. Hajar tidak mengeluh kepada Allah Swt dengan mengangkat tangan. Hajar tidak membawa-bawa nama besar suaminya yang seorang nabi dan anaknya juga seorang nabi. Hajar tidak pula menghujat dan mencela di mana air berada ?!. Tapi Hajar berjalan kaki dari bukit Shafa menuju bukit Marwa sebanyak tujuh kali. Tumit perempuan yang lemah itu menginjak pasir gurun panas di bawah terik matahari. Setelah ia lelah dan tetap tidak mendapatkan air yang ia cari, maka ia kembali ke tempat Ismail berbaring. Ternyata, air tidak ditemukan di tempat yang dicari. Tapi air datang dari tumit Ismail yang belum pandai melangkah. Dari kisah ini tersirat sebuah makna yang sangat mendalam yaitu pentingnya berusaha sekuat tenaga dan seoptimal mungkin untuk mencari apa yang kita inginkan. Karena Allah tidak langsung memberi tanpa ada usaha. Demikian juga perubahan menuju kehidupan yang lebih baik yang kita inginkan tidak akan terwujud kecuali ada keinginan dan perbuatan dari kita sendiri. Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.  (Qs. Ar-Ra’d [13]: 11).

Di sanalah keserasian antara syariat Nabi Ibrahim as dengan syariat Nabi Muhammad Saw. Sama-sama mengajarkan keseimbangan antara usaha dan doa. Rasulullah Saw tidak pernah duduk berpangku tangan menunggu rezeki turun dari langit. Al-Qur’an mengajarkan,
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Qs. al-Jumu’ah [62]: 10).
قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَعْقِلُهَا وَأَتَوَكَّلُ أَوْ أُطْلِقُهَا وَأَتَوَكَّلُ قَالَ اعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ
Seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah. Apakah unta ini saya tambatkan lalu saya bertawakkal? Atau saya lepaskan saja, kemudian saya bertawakkal?”.
Rasulullah Saw menjawab, “Tambatkanlah! Setelah itu, bertawakkallah!”.
(HR. at-Tirmidzi).

“Berusaha tanpa tawakkal, sombong. bertawakkal tanpa usaha, pesong”.
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ

Hikmah Ketiga: Berkorban Untuk Agama Allah SWT.
Islam bukan agama yang melarang orang untuk mencari harta. Dalam Islam diajarkan, orang yang mampu secara ekonomi, kuat fisik, ilmu dan iman, lebih baik dan dicintai Allah Swt daripada orang yang miskin, lemah fisik, lemah ilmu dan lemah iman. Rasulullah Saw bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ
“Seorang mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah Swt daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim).

Dalam ibadah haji kita mengenal istilah Wuquf, yang merupakan rukun haji. Yaitu berkumpul di padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Wuquf ini adalah miniatur hari mahsyar kelak, saat manusia dibangkitkan di hadapan Allah. Semua manusia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan jenis kulit. Terdiri dari tingkat, level dan kedudukan. Semuanya sama di hadapan Allah. Tidak ada yang lebih mulia di sisi Allah kecuali takwanya. Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qs. Al Hujurat [49] : 13).

Miniatur hari kiamat, pada hari itu tidak ada yang dapat menolong manusia kecuali amalnya sendiri. saudara yang kita harap-harapkan dapat membantu kita, mereka justru lari meninggalkan kita,  يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ  (Qs. ‘Abasa [80] : 34). Anak-anak yang begitu sayang kepada orang tua ketika berada di dunia juga lari meninggalkan orang tua mereka : وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ (35) (Qs. ‘Abasa [80] : 35). Demikian juga dengan istri dan sanak keluarga :  وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ (36) (Qs. ‘Abasa [80] : 36). Semuanya disibukkan oleh urusan masing-masing : لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ (37) (Qs. ‘Abasa [80] : 37). Sudahkah kita mempersiapkan diri menghadapi hari itu dengan amal badan dan amal harta yang kita punya?!
Jama’ah ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah …

Mencari harta itu sulit. Namun ada yang lebih sulit, yaitu berjuang melawan hawa nafsu dan bisikan setan yang selalu mengajak agar menahan harta, tidak berkurban, tidak bersedekah. Sehingga mati dalam keadaan menumpuk harta, tidak pernah berbuat untuk agama Allah Swt walau seujung kuku.
Setelah melaksanakan Wuquf di Arafah, jamaah haji pun pergi menuju Muzdalifah, kemudian menginap di Mina selama tiga hari untuk melontar jumrah. Ritual melontar jumrah ini mengingatkan kita kepada kisah Nabi Ibrahim yang ketika itu akan menyembelih putranya Ismail, kemudian digoda oleh setan agar tidak melaksanakan perintah Allah itu. Namun Nabi Ibrahim menolak ajakannya dan melontarnya dengan batu. Dari kisah dan ritual ini tersimpan hikmah bahwa setan tidak akan pernah bosan menggoda manusia. Allah Swt berfirman:
ثُمَّ لَآَتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (17)
“Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”. (Qs. Al A’raf [7]: 17). Setan akan datang dari depan, dari belakang, dari arah kanan dan kiri manusia. Oleh sebab itu manusia mesti mengerti hakikat setan dan menjadikannya sebagai musuh yang sebenarnya:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu)”. (Qs. Fathir [35]: 6).

اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ

Pada tanggal 10 Dzulhijjah, jamaah haji yang berada di Mina dan seluruh kaum muslimin menyembelih hewan kurban melaksanakan perintah Allah: فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2)  Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. (Qs. Al Kautsar [108]: 2). Dalam ibadah kurban ini terkandung makna melaksanakan perintah Allah, ketika Allah memerintahkan Nabi Ibrahim agar menyembelih putranya, kemudian Allah mengganti sembelihan itu dengan seekor kambing: وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107) “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (Qs. Ash-Shaffat [27]: 107).

Disamping itu dalam ibadah kurban ini terkandung makna kepedulian sosial, memperhatikan nasib orang lain dan berbagi kebahagiaan dengan orang lain serta mengikis sifat kikir yang ada dalam diri kita, Allah berfirman: وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ “Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”. (Qs. Al Hasyr [59]: 9). Ibadah kurban juga mengisyaratkan kepada makna menyembelih sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia, sifat rakus, tamak, tidak peduli sesama dan sifat-sifat binatang lainnya.

Berkurban hari ini bukan hanya sekedar mampu melawan setan dan mengeluarkan uang untuk menyembelih hewan kurban. Tapi ini adalah langkah awal menuju pengorbanan-pengorbanan lainnya untuk agama Allah Swt. Masih banyak hamba-hamba Allah Swt yang perlu dibantu. Anak-anak yatim dan orang terlantar yang membutuhkan uluran tangan. Harta yang banyak tidak dapat membantu di hadapan Allah Swt, yang akan menolong adalah amal badan dan harta yang pernah kita infaqkan di jalan Allah Swt. Berapa banyak harta yang kita cari, tapi kita tidak pernah menikmatinya, tapi dinikmati ahli waris, bahkan orang lain yang tidak memiliki nasab dan hubungan darah dengan kita. Kalau ingin menikmati harta yang kita cari dengan tetes peluh dan air mata, maka gunakanlah di jalan Allah Swt.

Semoga momen ‘Idul Adha kembali mengingatkan kita akan pentingnya: pendidikan anak, seimbang dalam usaha dan tawakkal, dan yang jauh lebih penting adalah berkurban untuk agama Allah Swt.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
 وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ
وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى: اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى
 يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ
اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ  اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ


© all rights reserved
made with by templateszoo